Sebagaimana Ahlussunah memiliki kitab hadits yang
berasal dari Nabi,maka sebagai mazhab, syiah harus memiliki kitab-kitab
yang berisi sabda para imam ahlulbait, mereka yang wajib diikuti bagi
penganut syiah. Lalu mengapa syiah mengemukakan dalil dari kitab-kitab
hadits sunni seperti shahih Bukhari dan Muslim? Mereka menggunakan
hadits-hadits itu dalam rangka mendebat ahlussunah, bukan karena beriman
pada isi hadits itu. Lalu apa saja rujukan syiah Imamiyah?
Syiah
Imamiyah menganggap sabda 12 imam ahlulbait sebagai ajaran yang wajib
diikuti, ini sesuai dengan ajaran mereka yang menganggap 12 imam
ahlulbait sebagai penerus risalah Nabi. Sabda-sabda tersebut tercantum
dalam kitab-kitab syiah, namun sayangnya kitab-kitab itu tidak begitu
dikenal atau tepatnya sengaja tidak disebarluaskan oleh penganut syiah
di Nusantara. Insya Allah kami akan memudahkan pembaca untuk mendownload
sebagian kitab rujukan mereka yang memuat sabda-sabda para imam
ahlulbait. Tapi pembaca pasti penasaran untuk membaca sabda ahlulbait,
karena salah satu murid Imam Ja’far As Shadiq yang bernama Zurarah
mengatakan dalam sebuah riwayat dari Al Kisyi yang meriwayatkan dalam
bukunya Rijalul Kisyi dengan sanadnya dari Muhammad bin Ziyad bin Abi
Umair dari Ali bin Atiyyah bahwa Zurarah berkata: jika aku menceritakan
seluruh yang kudengar dari Abu Abdillah (Ja’far Asshadiq) maka laki-laki
yang mendengar perkataan Imam Ja’far pasti akan berdiri kemaluannya.
Rijalul Kisyi hal 134 (kira-kira cerita apa yang dibawa oleh Imam Ja’far
sehingga membuat kemaluan berdiri?)
Sedangkan
umat syiah mengatakan bahwa para imam mendapat ajaran dari imam
sebelumnya yang mendapatkan ajaran dari Nabi. Juga umat syiah
mengajarkan bahwa ajaran para imam harus diikuti. Tapi ternyata imam
yang satu ini suka mengajarkan cerita-cerita yang membuat kemaluan
berdiri. Jangan-jangan ajaran di atas sudah disensor. Lalu bagaimana
hukum menyensor ajaran ahlulbait yang wajib diikuti?
Literatur
syiah yang dianggap sebagai literatur utama yang memuat riwayat sabda
ahlulbait ada 8 kitab utama, ulama mereka menyebutnya dengan sebutan “al
jawami’ ats tsamaniah” (kitab kumpulan yang delapan) ini sesuai dengan
yang tercantum dalam kitab Muftahul Kutub Al Arba’ah jilid 1 hal 5 dan
A’yanus Syiah jilid 1 hal 288. Dalam makalahnya yang berjudul metode
praktis untuk pendekatan sunnah syiah (dimuat dalam masalah Risalatus
Islam, juga dimuat bersama makalah lain yang diambil dari majalah yang
sama dengan judul “persatuan islam” hal 233, Muhammad Shaleh Al Ha’iri
mengatakan: kitab shahih imamiyah ada delapan, empat di antaranya di
tulis oleh tiga orang yang bernama Muhammad yang hidup terdahulu, tiga
lagi ditulis oleh tiga orang yang bernama Muhammad yang hidup setelah
tiga yang pertama, yang kedelapan ditulis oleh Al Husein Nuri Thabrasi.
Kitab
pertama dan yang tershahih di antara delapan kitab di atas adalah Al
Kafi. Ini seperti disebutkan dalam kitab Adz Dzari’ah jilid 17 hal 245,
Mustadrak Al Wasa’il jilid 3 ha 432, Wasa’il Asy Syi’ah jilid 20 hal 71.
kitab-kitab di atas menyebutkan bahwa kitab Al Kafi adalah kitab yang
tershahih dari empat kitab utama mereka, karena kitab Al Kafi ditulis
pada era Ghaibah Sughra, yang mana saat itu masih mungkin untuk mengecek
validitas riwayat yang ada dalam kitab itu. karena pada era ghaibah
sughra imam mahdi masih dapat dihubungi melalui “duta yang empat” yang
dapat berhubungan dengan imam mahdi dan menerima seperlima bagian dari
harta syiah.
Jumlah
riwayat kitab Al Kafi ada 16099, seperti diterangkan dalam kitab A’yanus
Syi’ah jilid 1 hal 280. Kitab Al Kafi dijelaskan oleh para Ulama
Syi’ah, di antaranya adalah Al Majlisi –penulis Biharul Anwar- yang
menulis penjelasan kitab Al Kafi dan diberi judul Mir’aatul Uquul. Dalam
kitabnya itu Majlisi juga menilai validitas hadits Al Kafi, di antara
hadits yang dianggapnya shahih adalah hadits yang menerangkan bahwa Al
Qur’an telah diubah. Berikut terjemahan nukilan dari Mir’atul Uqul:
Abu
Abdillah berkata: “Al Qur’an yang diturunkan Jibril kepada Muhammad
adalah 17 ribu ayat”. Al Kafi jilid 2 hal 463. Muhammad Baqir Al Majlisi
berkata bahwa riwayat ini adalah muwathaqah. Lihat di Mir’atul Uqul
jilid 2 hal 525.
Begitu
juga ada kitab lain yang berisi penjelasan riwayat Al Kafi, yaitu Syarh
Jami’ yang ditulis oleh Al Mazindarani begitu juga terdapat kitab yang
berjudul As Syafi fi Syarhi Ushulil Kafi, ada lagi kitab yang judulnya
At Ta’liqah Ala Kitabil Kafi yang ditulis oleh Muhammad Baqir Al
Husaini, tapi hanya menjelaskan sampai Kitabul Hujjah saja. Ada lagi
kitab Al Hasyiyah Ala Ushulil Kafi karangan Rafi’uddin Muhammad bin
Haidar An Na’ini, juga Badruddin bin Ahmad Al Husaini Al Amili.
Kitab
kedua adalah Man la Yahdhuruhul Faqih yang ditulis oleh Muhammad bin
Babawaih Al Qummi, yang juga dikenal dengan sebutan As Shaduq,
keterangan mengenai kitab ini adapat dilihat dalam kitab Raudhatul
Jannat jilid 6 hal 230-237, A’yanus Syi’ah jilid 1 hal 280, juga dalam
Muqaddimah kitab Man La Yahdhuruhul Faqih, kitab ini memuat 176 bab,
yang pertama adalah bab Thaharah dan ditutup dengan bab Nawadir. Kitab
ini memuat 9044 riwayat.
Disebutkan
dalam pengantar bahwa penulisnya sengaja menghapus sanad dari setiap
riwayat agar tidak terlalu memperbanyak isi kitab, juga disebutkan bahwa
penulisnya mengambil riwayat untuk ditulis dalam buku ini dari
kitab-kitab yang terkenal dan dapat diandalkan, penulis hanya
mencantumkan riwayat yang diyakini validitasnya. Ditambah lagi dengan
kitab Tahdzibul Ahkam, keterangan mengenai kitab ini dapat ditemui dalam
kitab mustadrakul wasa’il jilid 4 hal 719, kitab adzari’ah jilid 4 hal
504, juga dalam pengantar tahdzibul ahkam sendiri. Kitab ini ditulis
untuk memecahkan kontradiksi yang terjadi pada banyak sekali riwayat
syiah, kitab ini berisi 393 bab. Mengenai jumlah haditsnya akan kita
bahas kemudian.
Begitu
juga kitab Al Istibshar, yang terdiri dari tiga jilid, dua jilid memuat
bab ibadah, sementara pembahasan fiqih lainnya dicantumkan pada jilid
ketiga. Kitab ini memuat 393 bab, dalam kitabnya ini penulis hanya
mencantumkan 5511 hadits dan mengatakan: saya membatasinya supaya tidak
terjadi tambahan maupun pengurangan. Sementara dalam kitab Adz Dzari’ah
ila Tashanifisy Syi’ah disebutkan bahwa jumlah haditsnya ada 6531,
berbeda dengan penuturan penulisnya sendiri. Silahkan dirujuk ke Ad
Dzari’ah jilid 2 hal 14, A’yanus Syi’ah jilid 1 hal 280, pengantar Al
Istibshar, tulisan Hasan Al Khurasan. Kedua kitab di atas – Tahdzibul
Ahkam dan Al Istibshar- adalah karya ulama tersohor syiah yang bergelar “
Syaikhut Tha’ifah” yaitu Abu Ja’far Muhamamd bin Hasan Al Thusi (wafat
360 H). Al Faidh Al Kasyani dalam Al Wafi jilid 1 hal 11 mengatakan:
seluruh hukum syar’i hari ini berporos pada empat kitab pokok, yang
seluruh riwayat yang ada di dalamnya dianggap shahih oleh penulisnya.
Agho
Barzak Tahrani – salah satu mujtahid syiah masa kini- mengatakan dalam
kitab Adz Dzari’ah jilid 2 hal 14 : empat kitab ditambah dengan kitab
kumpulan hadits adalah dasar bagi hukum syar’I hingga saat ini. Pada
abad 11 Hijriah para ulama syiah menyusun beberapa kitab, empat di
antaranya disebut oleh ulama syiah hari ini dengan : Al Majami’ Al
Arba’ah Al Mutaakhirah” (empat kitab kumpulan hadits belakangan); empat
kitab itu adalah: Al Wafi yang disusun oleh Muhamad bin Murtadha yang
dikenal dengan julukan Mulla Muhsin Al Faidh Al Kasyani –wafat tahun
1091 H– terdiri dari tiga jilid tebal, dicetak di Iran, memuat 273 bab.
Muhammad Bahrul Ulum mengatakan bahwa kitab Al Wafi memuat 50 000 hadits
(lihat footnoote kitab Lu’lu’atul Bahrain hal 122) sementara Muhsin Al
Amin mengatakan bahwa Al Wafi memuat 44244 hadits, bisa dilihat dalam
A’yanus Syi’ah.
Lalu
kitab Biharul Anwar Al Jami’ah Li Durar Akhbar Aimmatil At-har karya
Muhammad Baqir Al Majlisi –wafat tahun 1110 atau 1111 H-. Ulama syiah
menyatakan bahwa Biharul Anwar adalah kitab terbesar yang memuat hadits
dari kitab-kitab rujukan syiah, bisa dilihat keterangan mengenai kitab
ini dalam Adz Dzari’ah jilid 3 hal 27, juga A’yanus Syi’ah jilid 1 hal
293. selain itu juga ada kitab wasa’ilus syi’ah ila tahsil masa’ilisy
syari’ah yang disusun oleh Muhammad bin Hasan Al Hurr Al Amili, yang
dianggap sebagai kitab terlengkap yang memuat hadits hukum fiqih bagi
syiah imamiyah.
Dalam
kitab ini terkumpul riwayat dari kitab empat utama dan ditambah dengan
riwayat lain dari kitab-kitab lain yang dianggap sebagai rujukan,
yangkonon jumlahnya mencapai tujuh puluh kitab-seperti dikatakan oleh
penulis kitab Adz Dzari’ah. Tetapi Syirazi dalam pengantar kitab wasa’il
menyebutkan jumlah kitab yang menjadi rujukan adalah 180 kitab lebih,
Al Hurr Al Amili menyebutkan judul-judul kitab yang menjadi rujukannya
yang berjumlah lebih dari delapan puluh kitab, dia juga menyebutkan
bahwa dia mengambil rujukan dari kitab0kitab selain yang telah
disebutkan, tetapi dia merujuknya dengan perantaraan nukilan kitab lain.
Silahkan merujuk pada Muqaddimatul Wasa’il yang situlis oleh Asyirazi,
begitu juga A’yanus Syi’ah jilid 1 hal 292-293, Adz Dzari’ah jilid 4 hal
352-353, Wasa’ilusy Syi’ah jilid 1 hal 408, jilid 20 hal 36-49.
Lalu
kitab mustadrakul wasa’il wa mustanbtul masa’il yang disusun oleh
Husein Nuri Thabrasi –wafat 1320 H-. Agho Barzak Tahrani mengatakan:
kitab mustadrak wasa’il menjadi seperti kitab kumpulan hadits lainnya
yang harus ditelaah dan dijadikan rujukan oleh para mujtahid dalam
memutuskan hukum syareat, kebanyakan ulama kami saat ini tunduk
mengikuti kitab itu. Lihat kitab Adz Dzari’ah jilid 2 hal 110-111. lalu
Agho Barzak memperkuat pernyataannya dengan nukilan dari ulama-ulama
syiah yang menjadikan kitab mustadrak wasa’il sebagai rujukan utama
mereka. Adz Dzari’ah jilid 2 hal 111.
Jika
pembaca merasa pernah mendengar nama Nuri Thabrasi, dia adalah penyusun
kitab Fashlul Khitab fi Itsbati Tahriifi Kitaabi Rabbil Arbab – pemutus
perkara, pembuktian bahwa kitab Tuhan telah dirubah-, kitab itu
menyebutkan dalil-dalil yang memperkuat pendapat bahwa Al Qur’an yang
ada hari ini telah diselewengkan dan diubah oleh “tangan-tangan kotor”.
Dalam muqaddimah mustadrakul wasa’il, Agha Barzak Tahrani mengatakan :
Dia adalah salah seorang imam ahli hadits dan rijalul hadits di masa
ini, termasuk jajaran ulama besar syiah dan ulama besar islam di abad
ini.
Bagaimana orang
yang tidak beriman pada Al Qur’an menjadi ulama besar syiah? Pada
pengantar mustadrak wasa’il, Agha Barzak Thrani mengatakan bahwa salah
satu karya Husein Nuri Thabrasi adalah kitab Fashlul Khitab.
Sumber: Hakekat.com