Manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang
paling sempurna. Oleh karena itu, manusia diciptakan untuk melakukan
kewajibannya di muka bumi. Salah satu makalah yang akan kami bahas
adalah adalah munkahat atau pernikahan. Manusia diciptakan
berpasang-pasangan, ada perempuan dan ada laki-laki. Dan sebab itu, kita
sebagai manusia harus bersyukur ata pemberian Allah. Dalam pembahasan
ini, kami akan memperjelas secara lebih detail tentang munakahat, baik
pengertiannya, syarat-syaratnya, rukun, kewajiban dan himah dari
munakahat. Agar kita sebagai manusia bisa menjalankan perintah Allah
secara benar.
A. Pengertian Munakahat
Munakahat berarti pernikahan atau
perkawinan. Kata dasar pernikahan adalah nikah. Menurut bahasa
Indonesia, nikah artinya bersatu atau berkumpul. Dalam istilah syariat,
nikah artinya melakukan akad nikah atau perjanjian untuk mengikat diri
antara seorang laki-laki dan seorang perempuan,serta menghalalkan
hubungan kelamin antara keduanya dengan dasar suka sama suka demi
terwujudnya rumah tangga yang bahagia, yang diridoi oleh Allah SWT.
B. Dalil Nikah
- Allah menciptakan makhluk dalam bentuk berpasang-pasangan.
Firman Allah SWT:
“Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan, supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah.(Q.S. Az-Zariyat (41) : 49)
- Secara khusus pasangan itu disebut alko-laki dan perempuan.
Firman Allah SWT:
“Dan bahwasannya Dialah yang menciptakan nerpasan-pasangan laki-laki dan perempuan. (Q.S. An-Najm (53) :45)
- Laki-laki dan perempuan berhubungan dan saling melengkapi dalam rangka menghasilkan keturunan yang banyak.
Firman Allah:
“Hai sekalian manusia,
bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang
satu;dan daripadanya Allah menciptakan istrinya;dan daripada keduanya
Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.”(Q.S.
An-Nisa (4) : 1)
- Perkawinan dijadikan sebagai salah satu tanda-tanda kebesaran Allah.
Firman Allah:
“Dan diantara
tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isri-istri dari
jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya dan
dijadikan-Nya di antara kamu rasa kasih dan sayang. Sesunggunya pada
yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang
berpikir.”(Q.S. Ar-Rum (30) : 21)
C. Tujuan Munakahat
- Untuk mentaati perintah Allah dan Rasul-Nya
- Untuk memperoleh hidup yang tentram dan bahagia (sakinah, mawadah, dan warohmah)
- Untuk keselamatan diri sendiri, keluarga, keturunan, dan masyarakat.
- Untuk memelihara kebinasaan hawa nafsu.
- Untuk memperoleh rasa cinta dan kasih sayang.
- Untuk memenuhi kebutuhan seksual secara sah dan diridoi Allah SWT.
D. Hukum Munakahat
Perkawinan adalah ibadah yang dianjurkan
Allah SWT dan Nabi Muhammad saw. Banyak perintah Allah dalam Al-quran
agar melaksanakan perkawinan.
Firman Allah SWT:
“Dan kawinlah
orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yanglayak
(berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan hamba-hamba
sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka
dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberiannya) lagi Maha
Mengetahui.(Q.S. An-Nur (24) : 32)
jika ditinjau dari segi kondisi orang yang akan menikah, hukum nikah sebagai berikut:
- Sunnah, artiya bagi orang yang ingi menikah, mampu nikah, mampu mengendalikan diri dari perzinahan, tetapi tidak ingin menikah.
- Wajib, artinya bagi orang yang ingin menikah, mampu menikah, dan ia khawatir berbuat zinah jika tidak segera menikah.
- Makruh, artinya bagi orang yang ingin menikah, tetapi belum mampu memberi nafkah terhadap istri dan anak-anaknya.
- Haram, artinya bagi orang yang ingin menikah, tujuannya yang hanya menyakiti istrinya.
E. Rukun Munakahat
Rukun adalah unsur-unsur yang harus ada
untuk dapat terjadinya suatu perkawinan. Rukun perkawinan terdiri dari
calon suami, calon istri, wali nikah, dua orang saksi serta ijab dan
kabul.
- Ada calon suami, syarat: laki-laki, dewasa, islam, kemauan sendiri, tidak sedang ihram, haji atau umroh, dan bukan muhrimnya.
- Ada calon istri, syarat: perempuan, cukup umur (16 tahun), bukan perempuan musyrik, tidak dalam ikatan pernikahan dengan orang lain, bukan muhrim, dan tidak ihram haji atau umroh.
- Ada wali nikah: Wali nikah adalah orang yang mengijinkan pernikahan.
Macam-macam wali nikah dapat dibagi menjadi 2, yaitu:
- Wali nasab, yaitu wali yang mempunyai pertalian darah dengan mempelai wanita yang akan dinikahkan. Adapun urut-urutan wali nasab sebagai berikut.
- Ayah kandung
- Kakek(ayah dari ayah)
- Saudara laki-laki sekandung.
- Saudara laki-laki seayah.
- Saudara laki-laki ayah yang sekandung dengan ayah.
- Wali hakim, yaitu kepala Negara yang beragama islam, menteri agama, kepala KUA. Wali hakim bertindak sebagai wali nikah apabila:
# Wali nasab benar-benar tidak ada, sedang ihram, haji atau umroh, menolak sebagai wali, masuk penjara dan hilang.
# Wali yang lebih dekat tidak memenuhi
syarat, berpergian jauh, tidak memberi kuasa terhadap wali nasab, dan
wali yang lebih jauh tidak ada.
- Ada saksi, syarat: islam,laki-laki, dewasa, berakal sehat, dapat berbicara, mendengar, dan melihat, adil, dan tidak sedang ihram haji atau umrah.
- Ada kata-kata ijab dan qabul.
Ijab, artinya ucapan wali dari pihak
mempelai wanita, sebagai penyerahan kepada mempelai laki-laki. Qabul,
artinya ucapan mempelai laki-laki sebagai tanda penerimaan. Alam ijab
qabul,suami wajib member mahar(mas kawin).
F. Syarat-syarat Munakahat
Dalam agama Islam, syarat perkawinan adalah :
- Persetujuan kedua belah pihak,
- Mahar (mas kawin),
- Tidak boleh melanggar larangan-larangan perkawinan. Bila syarat perkawinan tak terpenuhi, maka perkawinan tersebut tidak sah atau batal demi hukum.
Muhrim
Menurut bahasa, muhrim artinya
diharamkan. Dalam ilmu fikih, muhrim artinya wanita yang haram dinikahi.
Sebab-sebab wanita haram dinikahi, karena:
- Keturunan
- Ibu kandung
- Anak kandung
- Saudara perempuan dari bapak
- Saudara perempuan dari saudara laki-laki.
- Saudara perempuan dari saudara perempuan.
- Hubungan sesusuan
- Ibu yang menyusui
- Saudara perempuan sesusuan
- Perkawinan
- Ibu dari istri (mertua)
- Anak tiri
- Ibu tiri (istri dari ayah). Allah berfirman yang artinya: dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang pernah dikawini ayahmu. (QS.An-Nissa:22)
- Menantu (istri dari anak laki-laki)
- Mempunyai pertalian muhrim dengan istri.
Mahar dalam pernikahan
Mahar adalah harta yang diberikan pihak
calon suami kepada calon istrinya untuk dimiliki sebagai penghalal
hubungan mereka. Mahar ini menjadi hak istri sepenuhnya, sehingga bentuk
dan nilai mahar ini pun sangat ditentukan oleh kehendak istri. Bisa
saja mahar itu berbentuk uang, benda atau pun jasa, tergantung
permintaan pihak istri. Mahar dan Nilai Nominal.
Mahar ini pada hakikatnya dinilai dengan nilai uang, sebab mahar adalah harta, bukan sekedar simbol belaka. Itulah sebabnya seorang dibolehkan menikahi budak bila tidak mampu memberi mahar yang diminta
oleh wanita merdeka. Kata ‘tidak mampu’ ini menunjukkan bahwa mahar di
masa lalu memang benar-benar harta yang punya nilai nominal tinggi.
Bukan semata-mata simbol seperti mushaf
Al-Quran atau benda-benda yang secara nominal tidak ada harganya. Hal
seperti ini yang di masa sekarang kurang dipahami dengan cermat oleh
kebanyakan wanita muslimah. Padahal mahar itu adalah nafkah awal,
sebelum nafkah rutin berikutnya diberikan suami kepada istri. Jadi sangat wajar bila seorang wanita meminta mahar dalam bentuk harta yang
punya nilai nominal tertentu. Misalnya uang tunai, emas, tanah, rumah,
kendaraan, deposito syariah, saham, kontrakan, perusahaanatau benda
berharga lainnya.
Adapun mushaf Al-Quran dan seperangkat
alat shalat, tentu saja nilai nominalnya sangat rendah, sebab bisa
didapat hanya dengan beberapa puluh ribu rupiah saja. Sangat tidak wajar
bila calon suamiyang punya penghasilan menengah, tetapi hanya memberi
mahar semurah itu kepada calon istrinya.
Akhirnya dengan dalih agar tidak dibilang
‘mata duitan’, banyak wanita muslimah yang lebih memilih mahar semurah
itu. Lalu diembel-embeli dengan permintaan agar suaminya itu mengamalkan
Al-Quran. Padahal pengamalan Al-Quran itu justru tidak terukur, bukan
sesuatu yang eksak. Sedangkan ayat dan hadits yang bicara tentang mahar
justru sangat eksak dan bicara tentang nilai nominal. Bukan sesuatu yang
bersifat abstrak dan nilai-nilai moral. Justru embel-embel inilah yang
nantinya akan merepotkan diri sendiri.
Sebab bila seorang suami berjanji untuk mengamalkan isi Al-Quran sebagai mahar, maka mahar itu menjadi tidak terbayar manakala dia tidak mengamalkannya. Kalau mahar tidak terbayar, tentu saja akan mengganggu status perkawinannya.
Bagaimana jika mahar dengan mengajar Al-Quran
Demikian juga bila maharnya adalah
mengajarkan Al-Quran kepada istri, tentu harus dibuat batasan bentuk
pengajaran yang bagaimana, kurikulumnya apa, berapa kali pertemuan,
berapa ayat, pada kitab rujukan apa dan seterusnya. Sebab ketika mahar
itu berbentuk emas, selalu disebutkan jumlah nilainya atau beratny, maka
ketika mahar itu berbentuk pengajaran Al-Quran, juga harus ditetapkan
batasannya.
Kejadian di masa Rasulullah SAW di mana
seorang shahabat memberi mahar berupa hafalan Al-Quran, harus dipahami
sebagai jasa mengajarkan Al-Quran. Dan mengajarkan Al-Quran itu memang
jasa yang lumayan mahal secara nominal. Apalagi kita tahu bahwaistilah
‘mengajarkan Al-Quran’ di masa lalu bukan sebatas agar istri bisa hafal
bacaannya belaka, melainkan juga sekaligus dengan makna, tafsir,
pemahaman fiqih dan ilmu-ilmu yang terkait dengan masing-masing ayat
tersebut.
Dari Sahal bin Sa’ad bahwa nabi SAW
didatangi seorang wanita yang berkata,”Ya Rasulullah kuserahkan diriku
untukmu”, Wanita itu berdiri lama lalu berdirilah seorang laki-laki yang
berkata,” Ya Rasulullah kawinkan dengan aku saja jika kamu tidak ingin
menikahinya.” Rasulullah berkata,” Punyakah kamu sesuatu untuk dijadikan
mahar? Dia berkata, “Tidak kecuali hanya sarungku ini” Nabi
menjawab,”bila kau berikan sarungmu itu maka kau tidak akan punya sarung
lagi, carilah sesuatu.” Dia berkata,” aku tidak mendapatkan
sesuatupun.” Rasulullah berkata, ” Carilah walau cincin dari besi.” Dia
mencarinya lagi dan tidak juga mendapatkan apa-apa. Lalu Nabi berkata
lagi,” Apakah kamu menghafal qur’an?” Dia menjawab,”Ya surat ini dan
itu” sambil menyebutkan surat yang dihafalnya. Berkatalah Nabi,”Aku
telah menikahkan kalian berdua dengan mahar hafalan qur’anmu” (HR
Bukhori Muslim).
Dalam beberapa riwayat yang shahih
disebutkan bahwa beliau bersabda,”Ajarilah dia al-qur’an.” Dalam riwayat
Abu Hurairah disebutkan bahwa jumlah ayat yang diajarkannya itu adalah
20 ayat.
Permintaan mahar dalam bentuk harta yang
punya nilai nominal ini pada gilirannya harus dipandang wajar, sebab
kebanyakan wanita sekarang seolah tidak terlalu mempedulikan lagi nilai
nominal mahar yang akan diterimanya.
Berapa nominal mahar dalam kajian Para Ulama?
Secara fiqhiyah, kalangan Al- Hanafiyah
berpendapat bahwa minimal mahar itu adalah 10 dirham. Sedangkan
Al-Malikiyah mengatakan bahwa minimal mahar itu 3 dirham. Meskipun
demikian sebagian ulama mengatakan tidak ada batas minimal dengan mahar.
Bila Laki-laki Tidak Mampu Boleh Mencicil
Kenyataan bahwa manusia itu berbeda-beda tingkat ekonominya, sangat
dipahami oleh syariah Islam. Bahwa sebagian dari manusia ada yangkaya
dan sebagian besar miskin. Ada orang mempunyai harta melebihi kebutuhan
hidupnya dan sebaliknya ada juga yang tidak mampu memenuhinya.
Karena itu, syariah Islam memberikan
keringanan kepada laki-laki yang tidak mampu memberikan mahar bernilai
nominal yang tinggi sesuai permintaan calon istri, untuk mencicilnya
atau mengangsurnya.
Kebijakan angsuran mahar ini sebagai jalan tengah agar terjadi win-win
solution antara kemampuan suami dan hak istri. Agar tidak ada yang
dirugikan. Istri tetap mendapatkan haknya berupa mahar yang punya nilai
nominal, sedagkan suami tidak diberatkan untuk membayarkannya secara
tunai.
Inilah yang selama ini sudah berjalan di dalam hukum Islam. Ingatkah anda, setiap kali ada ijab kabul diucapkan, selalu suami mengatakan,”Saya terima nikahnya dengan maskawin tersebut di atas TUNAI!!.” Mengapa ditambahi dengan kata ‘TUNAI’?, sebab suami menyatakan sanggup untuk memberikan mahar secara tunai.
Namun bila dia tidak punya kemampuan
untuk membayar tunai, dia boleh mengangsurnya dalam jangka waktu
tertentu. Jadi bisa saja bunyi ucapan lafadznya begini: “Saya terima
nikahnya dengan maskawin uang senilai 100 juta yang dibayarkan secara
cicilan selama 10 tahun.” Bila Terlalu Miskin Dan Sangat Tidak Mampu.
Namun ada juga kelas masyarakat yang sangat tidak mampu, miskin dan juga
fakir. Di mana untuk sekedar makan sehari-hari pun tidak punya
kepastian.
Namun dia ingin menikah dan punya istri. Solusinya adalah dia
boleh memilih istri yang sekiranya sudah mengerti keadaan ekonominya.
Kalau membayar maharnya saja tidak mampu, apalagi bayar nafkah. Logika
seperti itu harus sudah dipahami dengan baik oleh siapapun wanita yang
akan menjadi istrinya.
Maka Islam membolehkan dia memberi mahar
dalam bentuk apapun, dengan nilai serendah mungkin. Misalnya cincin dari
besi, sebutir korma, jasa mengajarkanatau yang sejenisnya. Yang penting
kedua belah pihak ridho dan rela atas mahar itu.
G. Kewajiban dan Hak Suami dan Istri
1. Kewajiban Suami
- Memberi nafkah, sandang, pangan, dan tempat tinggal.
- Berlaku adil, sabar terhadap istri dan anak-anaknya.
- Memberi penuh perhatian terhadap istri.
- Hormat dan bersikap baik kapada keluarga istri
- Taat kepada suami sesuai dengan ajaran Islam.
- Menerima dan menghormati pemberian suami sesuai kemampuannya.
- Memelihara diri kehormatan dan harta benda suami.
- Memelihara, mengasuh, mendidik anak-anak agar menjadi saleh/saleha.
- Membantu suami dalam memimpin kesejahteraan dan keselamatan keluarga.
- Hormat kepada suami dan keluarganya.
3. Hak Suami dari Istri
- Mendapat penghormatan dan kasih sayang.
- Mendapat pelayanan yang menyenangkan.
- Mendapat dorongan dan bantuan dari istri.
- Memperoleh keturunan dari istri.
- Memperoleh kebahagiaan dari istri.
4. Hak Istri dari Suami
- Memperoleh nafkah baik lahir dan batin.
- Memperoleh perlindungan dari suami.
- Memperoleh ketenangan dan kedamaian dari suami.
- Memperoleh cinta kasih dan sayang.
- Memperoleh kehangatan dan kebahagiaan dari suami.
H. Hikmah Munakahat
DAFTAR PUSTAKA
http://www.blog ku – Hukum Pernikahan dalam Islam.html
www.850-pengertian-pernikahan-dalam-islam.html
www.google.com
http://www.wikipedia.co.id
Pernikahan merupakan cara yang benar, baik, dan di ridoi Allah SWT untuk memperoleh anak serta mengembangkan keturunan yang sah.
- Melalui pernikahan kita dapat menyalurkan naluri kebapakan bagi laki-laki dan naluri keibuan bagi wanita.
- Melalui pernikahan, suami istri dapat memupuk rasa tanggung jawab dalam rangka memelihara, mengasuh, dan mendidik anak-anaknya.
- Melalui pernikahan, suami istri dapat membagi rasa tanggung jawab yang sebelumnya dipikul oleh masing-masing pihak.
- Pernikahan dapat pula membentengi diri dari perbuatan tercela.
- Pernikahan merupakan sunah Rasulullah saw.
Munakahat merupakan pernikahan (suatu
hubungan yang sangat erat atas dasar suka sama suka) yang dilakukan
manusia untuk melakukan kewajibannya kepada Allah dan menciptakan
keluarga yang skinah, mawadah dan warohmah. Oleh karena itu, manusia
diciptakan secara berpasang-pasangan. Allah pun menganjurkan
syarat-syarat, ruku, hak dan kewajiban dalam pernikahan. Jadi, kita
sebagai manusia harus menjalankan perintah Allah.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.blog ku – Hukum Pernikahan dalam Islam.html
www.850-pengertian-pernikahan-dalam-islam.html
www.google.com
http://www.wikipedia.co.id